
KOMPAS/LASTI KURNIA
Supardjo memasukkan botol minuman kesehatan berisi sari lidah
buaya ke dalam panci pemanas untuk disterilisasi di Laboratorium
Parangtopo, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/4). Riset
dan pengembangan produk dari lidah buaya terus dilakukan laboratorium
Departemen Biologi FMIPA UI ini. Lidah buaya juga dijadikan tablet jamu
herbal dan effervescent.
KOMPAS.com —
Budi daya lidah buaya atau Aloevera sangat menjanjikan. Karena lidah
buaya bukan semata tanaman hias, tapi bisa menjadi bahan dasar minuman
yang menyehatkan. Bahkan, bisa dijadikan tepung untuk bahan dasar
kosmetika.
”Lidah buaya yang dapat menambah nilai ekonomis dan jenis unggulan adalah barbadencise dan sinencise. Karena
pelepahnya besar dan tebal,” kata Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tani Aloevera Syamsuri di Kampus UI Depok beberapa waktu lalu.
Selama
ini, KSU Tani Aloevera bekerja sama dengan Pusat Sinergi Riset dan
Bisnis Fakultas MIPA UI yang dipimpin Erlin Nurtiyani. Menurut Erlin,
pihaknya sudah memiliki lima paten produk lidah buaya dalam bentuk
minuman, kapsul, tepung, dan effervescent.
Dengan
mendirikan PT Kavera Biotech, Erlin memproduksi semua itu dengan bahan
baku yang dipasok dari KSU Tani Aloevera. Namun, kata Erlin, produknya
hanya menggunakan lidah buaya organik. ”Dari uji coba laboratorium,
aloevera yang menggunakan pupuk kimia hasilnya tidak bagus,” katanya
yang meneliti pengolahan lidah buaya sejak 1998 dan baru mematenkannya
tahun 2001.
Menurut
Erlin, sambutan pasar sangat bagus atas minuman lidah buaya. Petinggi
di Mabes Polri menjadi salah satu pelanggannya. Bahkan, pernah dikirim
ke Abu Dhabi. ”Namun kami belum siap memenuhi permintaan pasar karena
kekurangan bahan baku,” kata Erlin yang berharap minuman lidah buaya
bisa menjadi Coca-Cola versi Indonesia. ”Bulan depan sudah ada investor
yang sanggup menyediakan mesin untuk pabrik pembuatan minuman dalam
kemasan di Sawangan, Depok,” kata Erlin.
Minuman
lidah buaya Kavera dikemas dalam botol kaca ukuran 300 ml dijual Rp
7.500 dan untuk ukuran gelas Rp 3.000. Minuman Kavera bisa bertahan
sampai satu tahun meskipun tanpa bahan pengawet. ”Namun Kavera tidak
dipasarkan ke pasar modern,” kata Erlin.
Rp 1.000 per kg
Sementara
itu, Syamsuri mengatakan, KSU Tani Aloevera sudah membina
petani-petani di Depok untuk bercocok tanam lidah buaya yang hasilnya
mencapai 5 ton sekali panen. Panen lidah buaya rutin dilakukan setiap
bulan dengan memetik dua pelepah dari setiap pohon. ”Padahal, kebutuhan
lidah buaya dalam satu hari minimal 1 ton,” katanya.
Karena
itu, KSU Tani Aloevera mengajak masyarakat menjadi petani lidah buaya
dan hasil panennya nanti akan dibeli koperasi dengan harga Rp 1.000/kg.
”Semua lidah buaya hasil dari petani yang kami bina, pasti dibeli oleh
koperasi,” ujar Syamsuri.
Syarat
untuk mendapat jaminan hasil lidah buaya dibeli koperasi, antara lain
wajib menjadi kelompok tani binaan KSU Tani Aloevera, membeli bibit
dari koperasi, serta kualitas tanaman standar koperasi, seperti pelepah
tidak luka dan cara pemetikan dilakukan dengan benar.
Harga
bibit lidah buaya Rp 2.000 per batang umur dua bulan. Sementara, untuk
pupuk organik dan pupuk kandang kambing dipasok koperasi. ”Karena
pupuk organik dan pupuk kotoran kambing sangat baik untuk pertumbuhan
lidah buaya. Jika menggunakan pupuk kotoran ayam hasilnya tidak bagus.
Kalau menggunakan kotoran sapi harus direbus dulu,” kata Syamsuri
sambil menambahkan petani bisa menjual bibit anakan lidah buaya ke
koperasi Rp 1.000 per batang.
Sungguh Peluang Usaha Yang Menjanjikan dan terjangkau .
(Mirmo Saptono/Warta Kota)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar